Tuesday, December 30, 2008

Anak Tidak Pernah Siap Untuk Sekolah!

Bulan-bulan ini biasanya para orang tua sibuk mengurusi anaknya masuk sekolah baru, terutama di sekolah-sekolah swasta favorit yang lebih awal membuka pendaftaran siswa baru untuk tahun pelajaran 2009 (bayangkan, sewaktu saya sekolah dulu, pendaftaran dan tes biasanya baru di bulan Juni-Juli tahun ajaran yang bersangkutan).
Ada satu hal menarik yang pernah saya dengar dibahas di radio (lupa lagi radio apa,.. tapi di Jakarta), yaitu mengenai kesiapan anak untuk bersekolah, karena cukup banyak juga kasus di mana umur menjadi syarat mutlak untuk diterima di sekolah-sekolah tertentu, terutama untuk tingkatan Sekolah Dasar (SD). 
Ada SD yang sangat tegas mengharuskan siswa yang diterima harus berumur minimal 6 tahun pas, ada yang 5 tahun 9 bulan, ada juga yang lebih longgar, 5 tahun pun boleh.
Pada umumnya mereka beralasan bahwa dengan usia minimal 6 tahun, anak secara mental akan siap untuk mengikuti pelajaran di kelas 1 SD, bahkan sampai kelas 3-4 SD, di mana banyak yang beranggapan bahwa anak yang masuk SD di bawah umur 6 tahun akan kesulitan beradaptasi dengan tingkat pelajaran yang lebih berat di level ini.
Akan tetapi, kalau kita telusuri kesiapan anak untuk sekolah, saya setuju dengan pendapat yang dikemukakan di radio tersebut, bahwa ungkapan anak siap untuk sekolah itu kurang tepat, sebetulnya anak tidak pernah siap untuk sekolah! 
Yang harus siap adalah orang tua dan lingkungan sekolah dalam menerima si anak.
Mari kita renungkan pernyataan tersebut.. Anak membawa keunikan masing-masing, tiap anak bisa berbeda dalam minat dan kemampuannya dibandingkan anak seusianya.  Orang tua dan sekolah yang harus bisa mengerti kondisi masing-masing anak. Tentu saya setuju kalau dikatakan anak pun harus belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baru ia masuki. Jadi kita memerlukan suatu keseimbangan dalam hal ini.
Dalam mendidik anak, kita harus memperhatikan secara detail karakter anak kita. Ada yang menyenangi pelajaran bahasa, matematika, atau ada juga yang masih senang hanya bermain-main saja, pokoknya, macam-macam deh.. Meskipun sudah melewati usia 6 tahun pun, mereka tetap akan membawa karakter tersebut ke lingkungan sekolah, jadi usia bukan satu-satunya patokan untuk mengukur kesiapan anak bersekolah.
Pihak orang tua dan sekolahlah yang harus jeli dan secara aktif saling berkomunikasi satu sama lain untuk kemajuan pendidikan sang anak, karena setiap anak mungkin membutuhkan tingkat penanganan yang agak berbeda.
Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa tidak tepat istilah anak yang hyperaktif, yang ada adalah lingkungan yang hyperpasif. Ini menunjukkan bahwa dalam mendidik anak kita pun harus memperhatikan lingkungan tempat ia berinteraksi sehari-hari.
Sampai SLTP atau bahkan SLTA dan perguruan tinggi pun, anak tidak akan pernah siap untuk sekolah,kalau kita sebagai orang tua dan pihak sekolah tidak menyediakan lingkungan yang kondusif bagi kemajuan pendidikan anak kita.

Saya ambil contoh putri saya, yang baru akan berusia 5 tahun bulan Februari 2009 ini. Sekarang dia duduk di TKA dan alhamdulillah tahun depan dia akan loncat kelas dan masuk SD di Sekolah Daarul Quran International Tangerang setelah lulus tes dengan nilai yang cukup tinggi. Tesnya sendiri saya lihat cukup berat bagi anak seumurnya, harus bisa mengarang singkat (bisa membaca dan menulis adalah mutlak), tes science in English, tes matematika dan kemampuan bahasa Inggris, interview dalam bahasa Inggris, hafalan surat-surat pendek Al Quran, psikotest dan medical test.
Dia sendiri di TKA cukup berprestasi, salah satu siswa terbaik dengan nilai rata-rata 96  (TK nya menerapkan nilai bagi hasil pendidikan dalam bentuk rapor).  Dalam diskusi terakhir bersama gurunya, ternyata apa yang kita lihat di rumah dan gurunya perhatikan di sekolah adalah sama, dia akan cepat merasa bosan kalau pelajaran yang sedang dipelajari adalah materi yang sudah dikuasainya. 
Jadi untuk kasus anak saya, dia selalu memerlukan tantangan baru yang lebih menarik, pelajaran baru akan cepat diserapnya sehingga ketika beberapa hari ini  kita ajarkan pelajaran TKB pun, dengan mudah dia dapat mengikutinya, alhamdulillah..
Semua itu tidak terlepas dari peran ibunya (terimakasih bunda..) yang rela berkorban untuk berhenti bekerja dan mengurus pendidikan anak saya dengan telaten (saya termasuk orang yang beruntung karena kita bersepakat untuk rela hidup sederhana untuk memprioritaskan pendidikan anak).
Ketika rapat POMG, banyak orang tua yang mengeluhkan cara sekolah TK dalam memberikan tugas/PRtiap minggu yang dirasa memberatkan anak. Tetapi kalau saya memperhatikan anak saya, dia tidak merasa terbebani dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut. Tentu tiap kali kita meminta anak melakukan sesuatu, selalu dibutuhkan trik-trik khusus agar anak menikmati saat-saat mengerjakannya (Bunda, you're the best..). Kita akan berbagi trik-trik tersebut dalam postingan lain.

Pelajaran yang bisa saya petik adalah, kesiapan orang tua memegang perananyang sangat penting dalam kemajuan pendidikan anak, orang tua juga yang harus aktif  berkomunikasi dengan pihak sekolah dalam memperhatikan perkembangan anak. Sekolah yang baik menurut saya adalah sekolah yang bisa bekerja sama dengan orang tua demi anak, bagaimana menurut anda?

Ini hanya pendapat awam dari saya..